Container Icon

Pembelajaran yang Demokratis dan Model Pembelajaran PKn di SD



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pembelajaran di sekolah saat ini sesungguhnya berbeda dengan pembelajaran dahulu. Dahulu pembelajaran di sekolah berlangsung searah, di mana pendidik merupakan sentral dari kegiatan pembelajaran.
Namun sekarang pembelajaran lebih diarahkan kepada interaksi aktif antara pendidik dengan peserta didik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Muhaimin Azet (2011) bahwa pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang demokratis. Sebuah proses pendidikan yang mengatur hubungan guru dan murid dapat berimbang sehingga bisa saling menyampaikan pendapat dan pikiran.
Pembelajaran demokratis memang perlu, namun perlu dihindari adanya kesalahpahaman akan arti demokrasi itu sendiri. Jangan sampai makna demokrasi diartikan sebagai kebebasan yang tanpa batas. Kebebasan yang diberikan adalah kebebasan yang menghormati dan memahami kebebasan orang lain.
Di sinilah tugas pendidik untuk mengontrol makna demokrasi yang ditanamkan kepada peserta didik. Sekolah memang sudah saatnya memberikan pembelajaran yang membebaskan yaitu pembelajaran yang demokratis kepada peserta didik. Namun demikian perlu diantisipasi pula bahwa peserta didik tidak boleh dibebaskan begitu saja, mereka juga harus tetap dipandu dan dijaga agar kebebasan yang diberikan tidak disalahartikan.
Upaya menciptakan pembelajaran yang demokratis yaitu dapat dicapai dengan penggunaan model-model pembelajaran PKn seperti model pembelajaran kooperatif, pertemuan legislasi,pertemuan evaluasi aturan, pemecahan masalah, dan lain-lain untuk mengungkapkan ide dan pikirannya, tetapi juga perlu penyadaran bahwa ide dan pikiran setiap orang berbeda. Pendidik adalah tokoh yang digugu dan ditiru. Pendidik mestinya menjadi contoh (model) yang sedikit banyak mempengaruhi anak didiknya. Oleh karena itu, sangat perlu berhati-hati dalam segala hal yang dilakukannya. Tidak hanya dalam tingkah laku tetapi juga dalam pembelajarannya.






B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam makalah ini kami akan membahas:
1.    Apa yang dimaksud pembelajaran yang demokratis?
2.    Apa saja model-model pembelajaran PKn di SD?

C.    TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:
1.    Mengetahui mengenai pembelajaran yang demokratis
2.    Mengetahui macam-macam model pembelajran PKn di SD























BAB II
PEMBELAJARAN YANG DEMOKRATIS

A.    Pengertian Pembelajaran Yang Demokratis
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran di Sekolahan dan mata kuliah di perguruan tinggi dengan koridor pendidikan nilai (value based educaton) yang bertujuan untuk mempersiapkan warganegara muda agar mampu berpartisipasi secara efektif, demokratis dan bertanggung jawab. Sebagai mata pelajaran yang berupaya mewujudkan warga negara yang baik dan cerdas (good and smart citizen), maka Pendidikan Kewarganegaraan harus dikemas dalam pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran agar siswa terbiasa berpartisipasi. Apabila hal itu terjadi, maka kebiasaan berperan aktif dan bersikap demokratis di kelas akan terbawa pada lingkungan yang lebih luas, yaitu lingkungan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 disebutkan bahwa tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah mengembangkan kompetensi:
1)      Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2)      Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi
3)      Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
4)      Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Untuk itu diperlukan strategi dan pendekatan pembelajaran demokratis (democratic teaching), Budimansyah (2002 : 5 – 7) mengatakan bahwa pembelajaran demokratis (democratic teaching) adalah suatu bentuk upaya menjadikan sekolah sebagai pusat kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang demokratis. Secara singkat pembelajaran demokratis adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keragaman perserta didik. Dalam prakteknya para pendidik hendaknya memposisikan peserta didik sebagai insan yang harus dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Untuk itu diperlukan suasana terbuka, akrab, dan saling menghargai, dan sebaliknya perlu dihindari suasana belajar kaku, penuh dengan ketegangan, dan sarat dengan perintah dan instruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah, cepat bosan dan mengalami kelelahan. Berdasarkan hasil penelitian Fahdita (2004 : 142) mengatakan bahwa Pembelajaran akan mampu mengembangkan sikap demokratis apabila guru dalam proses pembelajaran bersikap demokratis, suasana tidak tegang, menyenangkan, memberikan kesempatan kepada siswa, memberikan reward, tidak ada keberpihakan atau menyudutkan kelompok tertentu, sehingga guru berperan sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator. Disamping itu berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Tacman (2006) mengatakan bahwa “ … the democratic attitudes of classrooms teachers which is important for improving people’s democratic behaviors.” Artinya sikap demokratis yang ditampilkan guru di kelas dalam proses pembelajaran sangat berpengaruh terhadap pengembangan sikap demokratis seseorang.
Dalam lain pihak mengatakan bahwa dalam upaya meningkatkan kultur dan nilai-nilai demokratis, aspek sekolah dan program pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap demokratis, seperti dikatakan Davis (2003) dan Blair (2003) dalam Karahan (2009 : 1) “To gain democratic life culture and democratic values, are important aspects of schools and education programs. According to Davies (1999) development of democratic life culture depends on the democratic education systems”. Artinya pengembangan kultur hidup yang demokratis tergantung pada sistem pendidikan demokratis yang diterapkan di lingkungan pendidikannya. Sekarang masalahnya adalah bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk mewujudkan sekolah yang demokratis, agar nilai-nilai demokrasi tumbuh dan berkembang dalam segala aspek kehidupan warganegara.


B.     Langkah Pembelajaran Yang Demokratis
Cara-cara pembelajaran demokratis yang dapat diterapkan dalam sekolah dasar antara lain dengan model pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif yaitu:
a.     Siswa dibagi dalam kelompok kecil @3-5 orang siswa
b.     Setiap anggota kelompok di beri tugas yang berbeda
c.     Tiap siswa dalam kelompok membaca bagian tugas yang diperolehnya
d.   Guru memerintahkan siswa yang mendapat tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan tugas tersebut
e.    Setiap siswa kelompok-kelompok baru mencatat hasil diskusinya untuk dilakukan kepada kelompok semua (kelompok lama)
f.     Selesai diskusi sebagai tim ahli, masing-masing kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan hasil diskusi ke anggota kelompok asal dan secara bergiliran atau bergantian dari tim ahli yang berbeda tugasnya
g.    Setelah seluruh siswa selesai melaporkan, guru menunjukkan salah satu kelompok untuk menyampaikan hasilnya, dan siswa lain di beri kesempatan untuk menanggapinya
h.    Guru dapat mengklarifikasi permasalahan serta disimpulkan













BAB III
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN PKN

A.    Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Joice (1982), Efendi (2003), mengemukakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas atau pembelajaran untuk membantu siswa sedemikan rupa hingga tujuan atau kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai (Dirjen Mandikdasmen, 2006:29).
Sedangkan menurut Richey (1986) model adalah gambaran yang ditimbulkan dari kenyataan yang mempunyai susunan dari urutan tertentu. Oleh karena itu, rancangan pembelajaran yang dipersiapakan oleh guru juga merupakan model pembelajaran, dimana di dalamnya terdapat urutan tertentu yang telah dipilih dan ditetapkan mulai dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup (Dirjen Mandikdasmen, 2006:29).
Clarence Schauer (1971) menyebutkan model instruksional atau model pembelajaraan sebagai perencanaan secara akal sehat untuk mengidentifikasi masalah belajar dan mengusahakan pemecahanya tersebut dengan menggunakan suatu rencana terhadap pelaksanaan, evaluasi, uji coba, umpan balik dan hasilnya (dalam Atwi Suparman, 2001:29).
Hamreus (1971) menyebutkan secara singkat model instruksional atau pembelajaran sebagai proses sistematis untuk meningkatakan kualiatas pembelajaran atau instruksioanal. Sedangkan Buhl (1975) menyebutkan sebagai suatu set  kegiatan yang bertujuan meningkatkan kondisi belajar bagi siswa atau mahasiswa (dalam Atwi Suparman, 2001:30).
Twelker, urbach dan Buck (1972) mengidentifikasi sebagi cara yang sistematis untuk mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi satu set bahan dan strategi belajar dengan maksud mencapai tujuan atau kompetensi tertentu (Atwi Suparman, 2001:30).
Sedangakan American Telephone & Telegraph (ATT) mendefisinikan desain instruksional sebagai resep dalam menyusun peristiwa dan kegiatan yang diperlukan untuk memberikan petunjuk ke arah pencapaian tujuan atau kompetensi belajar tertentu.

Bila memperhatikan beberapa pendapat ahli tersebut di atas,  model pembelajaran atau model instruksional merupakan siklus lengkap kegiatan instruksional yang terdiri dari tahap-tahap, yaitu: tahap pengembangan instruksional- tahap pelaksanaan kegiatan instruksional dan tahap evaluasi instruksional (Atwi Suparman, 2001:33).
Dengan demikian, rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru atau team kerja guru merupakan model pembelajaran, yang tidak lain disusun dan dikembangakan berdasarkan model pengembangan instruksional serta tahap-tahap tersebut di atas yang berfungsi sebagai pedoman, arah, petunjuk, dalam rangka mencapai tujuan atau kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

B.     Landasan Penggunaan
Istilah model pembelajaran dikembangakan dari variabel instruksional. Menurut Reigeluh dan Merril dalam I Nyoman Degeng, 1989, dan 1997 ada tiga variabel pembelajaran yaitu instrucional condition, instructional methods, dan instructional outcomes. Instructional methods, merupakan cara-cara yang digunakan di bawah kondisi tertentu untuk meningkatkan hasil belajar. (I Nyoman Degeng, 1989). Sedangkan instructional condition, merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan metode di bawah kondisi yang berbeda untuk mencapai hasil belajar. Instructional outcomes merupakan akibat yang muncul dari penggunaan metode tertentu di bawah kondisi yang berbeda untuk mencapai hasil belajar. Dalam merancang pembelajaran ketiga variabel saling terkait dan mempengaruhi.
Reigeluth dalam Degeng,1987, mengklasifikasikan strategi pembelajaran menjadi tiga yaitu:
a.       Organization strategy
Yaitu memfokuskan penataan cara-cara mengorganisasi isi pembelajaran di bawah kondisi yang berbeda untuk mencapai hasil belajar.
b.      Delivery strategy
Memfokuskan penataan cara-cara menyajikan isi materi pembelajaran. Isi materi pembelajaran berupa fakta, konsep, prosedur dan prinsip. Strategi ini lebih memperhatikan pelaksanaan pembelajaran. Penyajian isi materi pelajaran, dapat berupa lembar informasi, lembar kerja, LKS, wacana, diklat, buku, gambar, grafik, peta konsep, dan bagaimana menyajikan bahan-bahan tersebut dalam proses pembelajaran.
c.       Management strategy
Memfokuskan pada pengelolaan interaksi pembelajaran. Dengan memperhatikan pengorganisasian isi materi pembelajran dan strategi penyajian. Pengelolaan interaksi, seperti interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan sumber belajar, siswa dengan guru, siswa dengan alat, siswa dengan bahan ajar lainnya. Termasuk kapan evaluasi dilakukan, kapan melihat kemajuan belajar, dan pemberian motivasi pembelajaran. (Dirjen Mandikdasmen,2006:31).
Model pembelajaran disusun berdasarkan strategi di atas, sehingga setiap model yang dibuat guru berbeda satu sama lain, karena dipengaruhi ketiga strategi pembelajaran tersebut. Diharapakan dengan penyusunan model pembelajaran yang tepat, dapat membantu ketercapaian tujuan atau kompetensi dasar yang ditetapkan.

C.    Macam-Macam Model Pembelajaran
Secara sederhana strategi dapat diartikan serangkaian langkah yang dipilih untuk mencapai tujuan atau target. Secara umum Rath dan Kirchenbaum (1972) dalam Dirjen Mandikdasmen (2006:31) mengidentifikasi beberapa model sikap demokratis yang bertanggung jawab. Yang relevan dengan pendidikan kewarganegaraan antara lain: Pertemuan Kelas Berita  Baru (Good New Class Meeting). Cambuk Bersiklus (Circle Whip), Waktu Untuk Penghargaan (Appreciation Time), Waktu Untuk Terhormat (Compliment Time), Pertemuan Perumusan Tujuan (Goal Seeting Meeting). Pertemuan Legislatif (Rule Setting Meeting), Pertemuan Evaluasi Aturan (Rule Evaluating Meeting) Pertemuan Perumusan Langkah Kegiatan (Stage Seetinngmeeting), Pertemuan Evaluasi Meeting Dan Balikan (Feedback Evaluatin), Pertemuan Refleksi Belajar (Selation On Learnings), Forum Siswa (Student Presentasion), Pertemuan Pemecahan Masalah (Problem Solving Meeting), Pertemuan Perbaikan Kelas (Classroom Improvement Meeting), Pertemuan Tindak Lanjut (Folow Up Meeting), Pertemuan Perencanaan (Planning Meeting), Pertemuan Pengembangan Konsep (Concept Meeting), Pembahasan Situasi Pelik (Stiky Situation) ,Kotak Saran (Suggestion Box/Class Box), Pertemuan Dalam Pertemuan (And Meeting And Metting).
Strategi pengembangan sikap demokrasi yang bertanggung jawab  tersebut di atas, dapat dikembangan kedalam strategi pembelajaran dengan memperhatikan kompetensi  dasar yang ingin di capai. Karakteristik pokok untuk masing-masinng strategi tersebut secara singkat dijelaskan sebagai berikut :
1.          Pertemuan Kelas Berita Baru
Merupakan strategi pengembangan sikap massa seperti surat kabar, televisi, radio atau internet. Contohnya, berita tentang demonstrasi  yang berujung dengan perusakan. Dengan membahas berita actual siwa selalu punya rasa ingin tau dan peka terhadap masalah actual yang tejadi di lingkungannya.

2.          Cambuk Bersiklus
Merupakan strategi pengembangan melalui pertemuan saling bertanya dan menjawab secara bergiliran setiap siswa harus mendengarkan pertanyaan siswa lain dan menyiapkan pertanyaan untuk siswa lain bukan pemberi pertanyaan sebelumnya. Contohnya, Siswa A bertanya pada siswa B ”Mengapa terjadi tawuran di sekolah”? Siswa B menjawab pertanyaan itu, kemudian mengajukan pertanyaan lain terkait pertanyaan pertama, “Bagaimana cara menjaga kerukunan antar siswa dan mencegah terjadinya tawuran lagi?. Dengan cara ini siswa akan terlatih untuk selalu peka dan tanggap terhadap orang lain.

3.         Waktu Untuk Penghargaan
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk memberikan penghargaan atau penghormatan terhadap orang lain, misalnya : menghadiri acara ulang tahun, acara duka cita karena ada orang meninggal atau musibah. Dengan cara ini siswa akan terasa nuraninya untuk selalu menghormati orang lain karena mengakui prestasi yang dicapainya atau dedikasi yang diberikannya kepada kepentingan umum/orang lain.

4.         Waktu Untuk yang Terhormat
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui acara yang secara khusus diadakan atas inisiatif siswa untuk memberikan penghargaan kepada orang yang sangat dihormati. Misalnya: acara yang diadakan pada saat ada seorang guru senior atau kepala sekolah akan memasuki purna tugas atau pensiun. Dengan cara ini, siswa akan selalu memiliki empati sebagai bagian dari tanggung jawab sosial.


5.         Pertemuan Perumusan Tujuan
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan yang sengaja diadakan atas inisiatif guru atau siswa untuk merumuskan visi atau tujuan sekolah. Misalnya: simulasi rapat sekolah untuk merumuskan rencana pemugaran sekolah. Dengan cara itu siswa akan memiliki rasa memiliki sekolahnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan kecintaan dan tanggung jawab terhadap sekolahnya tanpa harus diminta.

6.         Pertemuan Legislasi
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk merumuskan atau menyusun norma atau aturan yang akan berlaku di sekolah. Misalnya: Kapan siswa tidak memakai seragam sekolah satu hari dalam seminggu kemudian menuangkannya secara konsesus menjadi salah satu butir aturan dalam tata tertib sekolah. Dengan ini, siswa akan mampu berfikir kormatif.

7.         Pertemun Evaluasi Aturan
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk mengevaluasi pelaksanaan norma atau aturan yang disepakati dan berlaku di sekolah. Misalnya: Simulasi rapat tentang peraturan hari bebas berpakaian satu hari dalam seminggu kemudian secara konsensus menyempurnakan butir aturan dalam tata tertib sekolah itu agar lebih adil. Dengan cara ini, siswa akan mampu berpikir normatif evaluatif.

8.         Pertemuan Perumusan Langkah Kegiatan
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk menetapkan prioritas atau tahapan kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa di bawah supervisi sekolah. Misalnya, simulasi rapat penentuan prioritas kegiatan kesiswaan untuk satu tahun mendatang. Dengan cara itu, siswa akan mengerti dan biasa menentukan prioritas dikaitakan dengan ketersediaan waktu atau dana.



9.         Pertemuan Evaluasi dan Balikan
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemaun untuk memberikan masukan terhadap pelaksanaan kebijakan sekolah atas dasar hasil monitoring kelompok siswa dan atau guru yang sengaja ditugasi untuk itu. Contohnya: Simulasi dengan pendapat sekolah untuk mendapatakan masukan pelaksanaan kebijakan larangan merokok di sekolah. Dengan cara ini siswa akan selalu berfikir reflektif dan evaluatif.

10.     Pertemuan dan Refleksi Belajar
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan pengendapan dan evaluasi terhadap proses dan atau hasil belajar setelah selesai satu atau beberapa pertemuan. Contohnya, pertemuan untuk meminta siswa menilai kemajuan belajarnya dalam satu semester. Dari pertemuan ini guru akan memperoleh masukan dari siswa tentang hal-hal yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran, dan siswa akan mendapatkan masukan tentang pencapaian kompetensi yang dipersyaratkan dan tindak lanjut  peningkatan intensitas belajar  lebih lanjut.

11.     Forum Siswa
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk memberi kesempatan siswa secara individual atau kelompok menyajikan pendatnya hasil pemahaman terhadap sumber informasi atau projek belajar yang dilakukan atas tugas guru atau atas inisiatif sendiri. Misalnya, curah pendapat (brainstroming) tentang pelanggaran tata tertib lalu lintas, dengan cara ini siswa akan terbiasa bertanggung jawab atas pendapatnya dan mau mendengarkan pendapat orang lain, dan jika ternyata salah satu mau mengakui kekurangannya itu.

12.     Pertemuan Pemecahan Masalah
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan terencana untuk memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitar atau lingkungan daerah atau nasional yang menyangkut kehidupan siswa, seperti pemecahan masalah penyalahgunaan narkoba dikalangan siswa. Dengan cara ini siswa akan terlatih memecahkan masalah melalui langkah berfikir kritis dan kreatif.


13.     Pertemuan Isu Akademis
Merupakan strategi pengambangan sikap melalui pertemuan terencana untuk mambahas masalah akademis. Misalnya, pembahasan tenteng isu tentang gizi, cara hidup sehat, perubahan cuaca, dan korupsi yang terkait lingkungan daerah atau nasional yang tidak secara langsung menyangkut kehidupan siswa, seperti pemecahan masalah busung lapar, flu burung, pemogokan buruh. Dengan cara ini siswa akan terlatih memecahkan masalah akademis secara popular melalui berfikir ilmiah secara kritis dan kreatif.

14.     Pertemuan Perbaikan Kelas
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui kelas untuk membahas atau memecahkan masalah yang menyangkut kehidupan siswa di kelasnya atau sekolahannya, seperti pemecahan masalah bolos, tata tertib sekolah. Contohnya, diskusi tentang upaya perbaikan situasi sekolah. Dengan cara ini siswa akan terlatih memecahkan masalah yang ada di kelasnya melalui langkah yang demokratis.

15.     Pertemuan Tidak Lanjut
Merupakan tretegi pengembangan sikap melalui pertemuan terencana untuk membahas tindak lanjut dari suatu kegiatan berseri di lingkungan sekolah. Misalnya, simulasi rapat penyusunan laporan kegiatan sekolah. Dengan cara ini siswa akan terlatih menindaklanjuti suatu kegiatan dengan langkah berfikir kritis, kreatif, dan prospektif.

16.     Pertemuan Perencanaan
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan terencana untuk menyusun rencana bersama. Misalnya, merencanakan piknik akhir tahun, pentas seni tahunan, pemilihan pengurus kelas atau osis. Dengan cara ini akan terlatih menyusun rencana yang layak melalui kesepakatan.



17.     Pertemuan Pengembangan Konsep
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan terencana untuk menyusun suatu gagasan baru yang dimaksud untuk mendapatkan bantuan, atau menyarankan pemecahan atas masalah yang cukup pelik, contohnya, diskusi kelompok untuk menyusun gagasan desa sejahtera, sekolah teladan, sekolah ungulan, dan sebagainya. Dengan cara ini siswa akan terlatih membangun kerangka konseptual dan mengajukan pemecahan secara konseptual untuk memecahkan masalah.

18.     Pembahasan Situasi Pelik
Merupakan strategi pegembangan sikap melalui pertemuan untuk memecahkan masalah yang terkait pada keadaan yang pelik atau dilematif. Seperti, penetapan pilihan membolehkan atau melarang siswa untuk melakukan pendakian gunung atau kegiatan yang mengandung resiko. Dengan cara ini siswa akan terlatih mempertimbangkan resiko dari setiap keputusan melalui langkah berfikir kritis dan antisipatif.

19.     Kotak Saran
Merupakan setrategi pengembangan sikap melalui pengumpulan pendapat secara bebas dan rahasia untuk memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekolah atau lingkngan sekitar. Misalnya, masukan kedalam kotak ini pendapat saudara tentang cara meningkatkan kegiatan sekolah kita. Degan cara ini siswa akan menyampaikan pendapat dan menghormati privacy atau hak orang lain.

20.     Petemuan Dalam Pertemuan
Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan kelompok kecil dalam konteks pertemuan klasikal atau pertemuan besar. Dengan cara ini siswa akan terlatih dan selalu berusaha untuk memlihara.

21.     Model Pembelajaran Kooperatif Teknik JIGSAW (Model Tim Ahli) Dikemukakan oleh Aronson, Blanney, Stephen, sikes dan Snapp, tahun 1978. Pembelajaran kooperatif tehnik jigsaw adalah suatu pembelajan kooperatif dimana dalam proses pembelajaran setiap siswa dalam kelompok disilang dan memperoleh tugas yang berbeda. Anggota kelompok yang memperoleh tugas sama dikumpulkan jadi satu dan membahas tugas tersebut (kelompok kooperatif). Setiap anggota setelah selesai mengerjakan harus kembali ke kelompok semula untuk menyampaikan hasil pembahasan (ahli informasi), sehingga kelompok pembahas kembali ke kelompok semula dengan membawa berbagai informasi permasalahan yang berbeda untuk disampaikan kepada siswa sejawat dalam kelompok.
Langkah-langkah pembelajaran
i.       Siswa dibagi dalam kelompok kecil @3-5 orang siswa
j.       Setiap anggota kelompok di beri tugas yang berbeda
k.     Tiap siswa dalam kelompok membaca bagian tugas yang diperolehnya
l.      Guru memerintahkan siswa yang mendapat tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan tugas tersebut
m.  Setiap siswa kelompok-kelompok baru mencatat hasil diskusinya untuk dilakukan kepada kelompok semua (kelompok lama)
n.    Selesai diskusi sebagai tim ahli, masing-masing kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan hasil diskusi ke anggota kelompok asal dan secara bergiliran atau bergantian dari tim ahli yang berbeda tugasnya
o.    Setelah seluruh siswa selesai melaporkan, guru menunjukkan salah satu kelompok untuk menyampaikan hasilnya, dan siswa lain di beri kesempatan untuk menanggapinya
p.    Guru dapat mengklarifikasi permasalahan serta disimpulkan

22.     Model Numbered Head Together (Kepala Bernomor)
Spencer kagan, tahun 1992 mengembangkan pembelajaran kooperatif teknik number head togheter (NHT) atau kepala bernomor. Artinya setiap siswa dalam kelompok diberi kartu nomor
Langkah-langkah pembelajaran:
a.     Siswa dibagi dalam kelompok
b.     Guru memberi tugas
c.     Kelompok mendiskusikan jawaban
d.   Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab dan kesempatan yang sama untuk melaporkan hasil diskusinya.
e.    Guru memanggil salah satu nomor siswa dalam kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya didepan kelas.
f.     Kemudian kelompok yang lain dapat memberi masukan atau meresponsi dari hasil diskusinya (menyempurnakan).
g.    Guru selanjutnya dapat mengulangi beberapa kali dari kelompok yang berbeda.
h.    Guru mengklarifikasi apabila timbul permasalahan dan menarik kesimpulan.

23.          Model pembelajaran Think Paire and Share.
Frank Lyman, tahun 1985 telah mengembangkan pembelajaran kooperatif think paire and share (berfikir berpasang-pasangan dan curah pendapat). Model pembelajaran kooperatif dimana siswa dalam satu kelas dibagi dalam kelompok kecil (4-6 orang) atau lebih saling berpasangan untuk tukar pendapat serta saling membantu satu sama lain dalam rangka mencapai kompetensi yang ditetapkan.
Kurikulum 2006 menitikberatkan pada pencapaian kompetensi dasar yang harus dimiliki dan dikuasai siswa. Kompetensi tersebut dapat diukur dan diamati berdasarkan  indikator pembelajaran. Indikator pembelajaran akan dicapai dan dikuasai melalui pengalaman pembelajaran. Pengalaman pembelajaran berdasarkan tuntutan kurikulum 2004 lebih menekankan pada aktivitas siswa yang konkret dalam proses belajar, karena itu guru harus pandai menciptakan kondisi belajar seoptimal mungkin. Peran guru hanya sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, model pembelajaran demikian itu memerlukan strategi pembelajaran ( instruction strategic) yang tepat. Salah satu strategi yang dipandang mendekati harapan tersebut adalah pembelajaran kooperatif. Banyak ragam pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah teknik Think Pair-Share.
Slavin (dalam arends, 1997) hasil penelitian sebanyak 45 kali terhadap pembelajaran kooperatif menunjukan bahwa hasil belajar akademik lebih tinggi dibanding kelas kontrol.
Johnson dan Johnson (dalam Lie, 2000) mengemukakan bahwa suasana belajar kooperatif menghasilkan prestasi belajar lebih tinggi, hubungan positif dan penyesuaian psikologis dan suasana belajar yang penuh persaingan.
Selanjutnya Johnson (1996), juga menekankan bahwa cooperative learning (CL) sebagai pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil siswa belajar dan bekerja sama untuk mencapai tujuan seoptimal mungkin. Esensinya terletak pada tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga dalam diri setiap siswa tumbuh dan berkembang sikap-laku saling ketergantungan (interdependensi ) secara positif. Dengan demikian menjadikan belajar melalui kerjasama dalam kelompok akan berjalan seoptimal mungkin. Kondisi ini dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerja dan bertanggung jawab secara sungguh-sungguh samapai tujuan dapat diwujudkan.
Langkah-langkah pembelajaran :
a.       Guru menyampaikan pokok materi dan kompetensi yang ingin dicapai
b.      Siswa diminta membentuk kelompok kecil @4orang (usahakan genap, karena akan dipasang-pasangkan)
c.       Siswa diminta untuk berpikir dan memecahkan permasalahan yang disampaikan guru terkait dengan pokok materi.
d.      Siswa diminta untuk berpasang-pasangan saling mengemukakan hasil pemikirannya terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru.
e.       Kemudian pasangan kembali kekelompok berempat dan tiap anggota kelompok berempat diberi kesempatan untuk mengemukakan hasil diskusinya
f.       Guru memimpin pleno diskusi dan tiap kelompok diberi kesempatan untuk mengemukakan hasil diskusinya.
g.      Berasal dari kegiatan tersebut mengarah pada pembicaraan pokok permasalahan dan guru dapat menambah yang belum diungkap para siswa.
h.      Guru memberi kesimpulan.

24.          Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division
Model pembelajaran Student Teams Achievement Division ( STAD ) atau tim siswa kelompok berprestasi  dikembangkan oleh Slavin tahun 1994. Didalam kelompok belajar, pasti ada murid pandai dan kurang pandai atau siswa berprestasi dan kurang berprestasi. Menyadari kondisi seperti Slavin mengembangkan model pembelajaran, dimana tiap-tiap kelompok tim belajar terdapat siswa yang memiliki  lebih dibanding dengan teman sejawatnya. Didalam proses pembelajaran, bagi siswa yang sudah menguasai atau memahami bahan atau materi pembelajaran yang sedang dibahas dalam kelompok, diharapkan mampu mengajarkan kepada teman sejawat dalam satu tim, sehingga timbul proses interksi diantara siswa.
Pembelajaran kooperatif teknik STAD adalah model pembelajaran siswa dikelompokan menjadi beberapa kelompok kecil ( 4-6) berdasarkan kelompok siswa berprestasi. Dalam berkelompok diantara temannya saling bertukar pendapat, sehingga siswa yang merasa kurang, akan bisa belajar melalui teman sebaya dalam kelompok tersebut.
Langkah-langkah pembelajaran
a.    Membentuk kelompok @3-5 orang siswa secara heterogen ( menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan sebagainya).
b.    Guru menyajikan atau menyampaikan materi pembelajaran.
c.    Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan. Anggota yang sudah menguasai diminta menjelaskan pada anggota kelompoknya sampai anggota dalam kelompok itu mengerti atau memahami.
d.   Guru memberi kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis teman kelompok tidak boleh membantu.
e.    Guru memberi evaluasi.

25.          Group Investigation
Sharan tahun 1992 mengembangkan model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok. Pembelajaran ini di maksudkan untuk membina sikap tanggung jawab dan bekerjasama dalam kelompok, dan sikap saling menghargai pendapat anggota kelompok serta membiasakan untuk berani mengemukakan pendapat.
 Langkah-langkah pembelajaran:
a.     Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen
b.    Guru menjelaskan maksud pembelajaran untuk mengambil materi tugas yang berbeda untuk dikerjakan
c.    Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk mengambil materi tugas yang berbeda untuk dikerjakan
d.   Masing-masing kelompok membahas materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya
e.    Setelah itu, lewat juru bicara (missal ketua kelompok) menyampaikan hasil pembahasan kelompoknya
f.     Kelompok lain dapat memberi tanggapan terhadap hasil pembahasan
g.    Guru memberikan klarifikasi bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan
h.    Evaluasi
26.          Cooperative Script
Dansereau, dkk 1985 mengembangkan Model Pembelajaran Cooperative Scrip: merupakan cara belajar dimana siswa bekerjasama berpasang-pasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarikan dari materi pembelajaran yang dipelajari.
Langkah-langkah pembelajaran:
a.  Guru membagi siswa berpasang-pasangan
b. Guru membagikan wacana/materi kepada setiap pasangan untuk dibaca dan membuat ikhtisar (ringkasan)
c. Guru dan siswa menetapkan pasangan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide dalam ringkasannya. Sementara pendengar (anggota pasangan lain) memperhatikan, mengoreksi, menunjukkan ide-ide yang kurang lengkap serta membantu mengingat, menghafal ide-ide pokok serta menghubungkan materi sebelumnya.
e. Bertukar peran, semula sebagai pembicara, sebaliknya pendengar sebagai pembicara dan dilakukan seperti diatas secara bergantian
f. Guru menyimpulkan pokok-pokok hasil pembahasan
g. Penutup
27.          Make A Match (Mencari Pasangan)
Dalam rangka membina ketrampilan menemukan informasi dan kerjasama dengan orang lain serta membina tanggung jawab untuk memecahkan masalah yang dihadapi melalui kartu permasalahan, maka Lorna Curran, tahun 1994 mengembangkan model pembelajaran kooperatif teknik “make a match” atau mencari pasangan.
Langkah-langkah pembelajaran
a.    Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review sebaliknya bagi satu kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
b.    Setiap siswa mendapat satu buah kartu
c.    Tiap siswa memikirkan jawaban soal dari kartu yang dipegang
d.   Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartu jawabannya
e.    Setiap siswa yang dapat mencocokan kartu sebelum waktunya diberi point
f.     Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
g.    Demikian seterusnya
h.    Guru menyimpulkan secara keseluruhan dari isi materi pembelajaran melalui kartu-kartu tersebut.
i.      Penutup

28.          Model Pembelajaran Debate
Dalam rangka mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat dan mempertahankan pendapatnya serta membina tanggung jawab kebersamaan dalam mempertahankan ide-ide/gagasannya perlu dibelajarkan model pembelajaran debat.
Langkah-langkah pembelajaran
a.     Guru membagi dua kelompok peserta debat, yaitu kelompok pro dan kelompok  kontra
b.    Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan di debatkan oleh ketua kelompok debat
c.    Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara dan kelompok kontra menanggapinya. Begitu seterusnya kelompok pro mereson balik tanggapan kelompok kontra sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya
d.   Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti dari ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis, sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
e.    Guru menambahkan konsep, ide yang belum terungkap serta mengklasifikasinya
f.     Dari ide tertulis di papan tersebut, guru mengajar siswa untuk membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik materi/kompetensi yang ingin dicapai

29.          Model Pembelajaran Berbasis Portofolio
Portofolio berasal dari bahasa inggris “portofolio” yang artinya dokumen atau surat-surat, atau sekumpulan kertas-kertas berharga dari suatu pekerjaan tertentu. Dalam hal ini portofolio diartikan sebagai: “suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan”. Biasanya portofolio merupakan karya terpilih dari seorang siswa, tetapi dalam hal ini setiap portofolio berisi karya terpilih dari satu kelas siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif dalam memilih, membahas, mencari data, mengolah, menganalisa, dan mencari pemecahan  terhadap suatu masalah yang dikaji.
Pada dasarnya portofolio sebagai model pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan guru agar siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Kemampuan tersebut diperoleh siswa melalui pengalaman belajar seperti mencari informasi, mengorganisir informasi, membuat laporan, menulis laporan, dan selanjutnya dituangkan dalam pekerjaannya. Model pembelajaran ini diterapkan untuk jenis kegiatan pembelajaran terbimbing yang diselenggarakan di luar kelas (ko-kulikuler).
Pembelajaran PKn untuk membangun warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab dapat ditempuh dengan menyelenggarakan kegiatan ko-kurikuler. Kegiatan ini dilakukan dengan menyelenggarakan model Pkn yang berbasis portofolio. Model pembelajaran ini sejatinya memadukan dua pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan pemecahan masalah dan pengembangan portofolio. Portofolio itu sendiri berfungsi sebagai wahana pendokumentasian dan penayangan proses pembelajaran yang harus dipresentasikan oleh peserta didik sebagai bentuk pertanggung jawaban akademik atas proses pembelajaran yang dilakoninya.
Langkah-langkah pembelajaran:
a.      Identifikasi masalah: proses belajar diawali dengan adanya masalah-masalah yang menghendaki pemecahan. Peserta didik dilatih agar memiliki kepekaan dan tanggap terhadap masalah-masalah yang ada di lingkungan masyarakat.
b.     Menentukan satu masalah kajian kelas. Peserta didik dalam satuan kelas menetukan skala prioritas melalui cara-cara yang demokratis untuk menentukan  secara cerdas satu masalah diantara berbagai masalah yang ada dijadikan sebagai bahan kajian bersama.
c.     Sumber data dan informasi secara individual maupun kelompok di bawah bimbingan guru
d.    Mengembangkan portofolio. Setelah memiliki data dan informasi yang cukup peserta didik membuat portofolio. Kelas dibagi ke dalam empat kelompok, masing-masing kelompok membuat portofolio (satu portofolio tayangan dan satu portofolio dokumentasi) dengan spesifikasi sebagai berikut:
Kelompok 1: Membuat portofolio 1 tentang “Penjelasan Masalah” peserta didik harus menyusun menyajikan data dan informasi akademis dalam portofolio yang mendukung mereka untuk memilih satu masalah yang dikaji.
Kelompok 2: Membuat portofolio 2 tentang “Kebijakan-kebijakan alternative”. Peserta didik menyusun dan menyajikan data dan informasi yang diperolehnya tentang berbagai alternative kebijakan yang merupakan solusi terhadap masalah yang dikaji.
Kelompok 3: Membuat portofolio 3 tentang “Kebijakan Kelas”. Peserta didik menyusun dan menyajikan  data dan informasi yang diperoleh dari lapangan dan dari diskusi-diskusi yang memperkuat penentuan satu kebijakan yang diusulkan kelas sebagai solusi terhadap masalah yang dikaji.
Kelompok 4: Membuat portofolio 4 tentang “Rencana Tindakan”. Peserta didik menyusun dan menyajikan langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan agar kebijakan yang diusulkan kelas dapat diterapkan atau diimplementasikan  oleh pihak-pihak terkait.
e.       Gelar kasus (showcase). Peserta didik mempresentasikan portofolio yang telah dibuatnya dihadapan dewan juri dalam bentuk dengar pendapat (public hearing). Kegiatan ini merupakan suatu ajang untuk kemampuan/keunggulan pembelajaran dan sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban akademik atas proses dan hasil belajar yang dicapai.
f.       Refleksi merupakan suatu bentuk kegiatan dimana siswa merefleksikan seluruh pengalaman belajarnya. Dari kegiatan refleksi ini peserta didik dapat menyadari kelemahan-kelemahan dan keunggulan-keunggulan proses belajarnya guna menentukan langkah-langkah perbaikan untuk proses pembelajaran selanjutnya. Peserta didik dapat pula mengembangkan berbagai pengalaman emosional-psikologis, suka duka dan berbagai keceriaan dalam menjalani kegiatan belajarnya.















BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan demokratis di sekolah dasar saat ini harus diterapkan karena pembelajaran ini tidak bersifat sentral terhadap guru namun menuntut peran aktif para siswanya. Dengan begitu, pembelajaran akan beralngsung secara optimal dan tujuan pembelajaran yang diinginkan akan tercapai. Strategi pengemabangan sikap demokrasi itu sendiri dapat dikembangkan kedalam strategi pembelajaran dengan memperhatikan KD yang akan dicapai. Karateristik strategi tersebut yaitu:
1.      Cambuk bersiklus yaitu pertemuan saling bertanya dan menjawab secara bergiliran setiap siswa. Agar siswa terlatih peka dan tanggap terhadap dan orang lain.
2.      Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk memberikan penghargaan atau penghormatan terhadap orang lain, misalnya : menghadiri acara ulang tahun, acara duka cita karena ada orang meninggal atau musibah.
3.      Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk merumuskan atau menyusun norma atau aturan yang akan berlaku di sekolah.
4.      Model Pembelajaran Kooperatif Teknik JIGSAW (Model Tim Ahli)
Suatu pembelajan kooperatif dimana dalam proses pembelajaran setiap siswa dalam kelompok disilang dan memperoleh tugas yang berbeda.
B.     Saran
Diharapkan semua sekolah yang ada di Indonesia menggunakan model pembelajaran yang demokratis sehingga pembelajaran akan terlaksana dengan optimal.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Jefrry.S.Pd mengatakan...

sngt brmanfaat

Posting Komentar